Ikatan Pencak Silat Indonesia adalah induk organisasi resmi pencak silat di Indonesia di bawah naungan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia).
Lambang Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Pencak silat merupakan olahraga seni beladiri yang berasal dari
bangsa Melayu, termasuk Indonesia. Jumlah perguruan pencak silat sangat
banyak, berdasarkan catatan PB IPSI sampai dengan tahun 1993 telah
mencapai 840 perguruan pencak silat di Indonesia. Induk organisasi
pencak silat di Indonesia adalah
IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). IPSI didirikan pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta, Jawa Tengah.
Upaya untuk mempersatukan pencak silat sebetulnya sudah dimulai pada
masa penjajahan Belanda. Pada tahun 1922 di Segalaherang, Subang, Jawa
Barat, didirikan Perhimpunan Pencak Silat Indonesia untuk menggabungkan
aliran pencak Jawa Barat yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara.
Pada masa pendudukan Jepang, Presiden Soekarno pernah menjadi
pelindungnya.
Upaya serupa juga diadakan di Yogyakarta. Pada tahun 1943, beberapa
pendekar pencak silat, yaitu R Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia
Mataram, Mohamad Djoemali dari Taman Siswa, RM Harimurti dari
Krisnamurti, Abdullah dari Pencak Kesehatan, R Soekirman dari Rukun
Kasarasaning Badan, Alip Purwowarso dari Setia Hati Organisasi, Suwarno
dari Setia Hati Terate, R Mangkupujono dari Persatuan Hati dan RM
Sunardi Suryodiprojo dari Reti Ati, mendirikan organisasi yang bernama
Gapema (Gabungan Pencak Mataram) untuk bersama-sama menggalang pencak
silat yang tumbuh di Kesultanan Yogyakarta. Gapema ini merupakan sebuah
batalyon yang seluruh anggotanya adalah pesilat dan turut berjuang dalam
perang kemerdekaan Republik Indonesia.
Setelah beberapa tahun, tepatnya pada tahun 1947, di Yogyakarta juga
berdiri satu organisasi bernama Gapensi (Gabungan Pentjak Seluruh
Indonesia) yang bertujuan mempersatukan aliran pencak silat di seluruh
Indonesia. Gapensi didirikan oleh Mohamad Djoemali dari Taman Siswa
bersama beberapa tokoh pencak silat, yaitu RM Soebandiman Dirdjoatmodjo
dari Perisai Diri, Ki Widji Hartani dari Prisai Sakti Mataram, R
Brotosoetarjo dari Budaya Indonesia Mataram dan Widjaja.
Meskipun organisasi di Jawa Barat dan Yogyakarta ini bercita-cita
nasional, keanggotaannya masih berskala lokal. Untuk itu PORI (Persatuan
Olahraga Republik Indonesia), yang kemudian berganti nama menjadi KONI
(Komite Olahraga Nasional Indonesia), mengadakan sebuah Konperensi
Bagian Pentjak di Solo pada tanggal 2 Juni 1948.
Pertemuan tersebut sebelumnya telah diawali dengan rapat pembentukan
Panitia Persiapan Persatuan Pencak Silat Indonesia di Solo pada awal
tahun 1947 yang diprakarsai oleh Mr Wongsonegoro, yang menjabat sebagai
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Dari hasil rapat ini
dibentuklah panitia IPSI (Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia) pada bulan
Mei 1947 yang diketuai oleh Mr Wongsonegoro. IPSI bernaung di bawah
Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Para pendiri IPSI pada tanggal 18 Mei 1948 di Surakarta adalah :
- Mr Wongsonegoro, Ketua Pusat Kebudayaan Kedu
- Soeratno Sastroamidjojo, Sekretaris Pusat Kebudayaan Kedu
- Marjoen Soedirohadiprodjo dari Setia Hati Organisasi
- Dr Sahar dari Silat Sumatera
- Soeria Atmadja dari Pencak Jawa Barat
- Soeljohadikoesoemo dari Setia Hati Madiun
- Rachmad Soeronegoro dari Setia Hati Madiun
- Moenadji dari Setia Hati Solo
- Roeslan dari Setia Hati Kediri
- Roesdi Imam Soedjono dari Setia Hati Kediri
- S Prodjosoemitro, Ketua PORI Bagian Pencak
- Mohamad Djoemali dari Yogyakarta
- Margono dari Setia Hati Yogyakarta
- Soemali dari Persatuan Olahraga Republik Indonesia
- Karnandi dari Kementerian Pembangunan dan Pemuda
- Ali Marsaban dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Dengan didirikannya organisasi ini diharapkan bahwa pencak silat
dapat digerakkan dan disebarluaskan sampai ke berbagai pelosok di tanah
air sebagai suatu ekspresi kebudayaan nasional. Masyarakat juga
mengharapkan bahwa pencak silat distandarisasi agar dapat diajarkan
sebagai pendidikan jasmani di sekolah-sekolah dan dapat dipertandingkan
dalam even-even olahraga nasional.
Sesuai dengan keinginan tersebut, langkah pertama yang diusahakan
oleh IPSI adalah terbentuknya suatu sistem pencak silat nasional yang
dapat diterima oleh seluruh perguruan pencak silat yang ada di tanah
air. Untuk sementara waktu, diadopsikan sebagai standaard system
pelajaran pencak silat dasar yang sudah disusun oleh RM S Prodjosoemitro
dan diajarkan di sekolah-sekolah di wilayah Solo dengan dukungan
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Balai Kota Surakarta.
Hasil dari usaha standarisasi awal pencak silat ini dipertunjukkan oleh
kurang lebih 1.000 pesilat anak-anak dalam demonstrasi senam pencak
silat massal pada Pembukaan PON I tanggal 8-12 September 1948 di Solo.
Sejak PON I tersebut, pencak silat dilombakan sebagai demonstrasi dalam
kategori solo dan ganda, baik tangan kosong maupun senjata.
Tidak semua aliran dan perguruan pencak silat sepakat mengenai
perlunya organisasi nasional. Ada yang khawatir bahwa dengan penyusunan
sistem pencak silat nasional maka persatuan aliran-aliran pencak silat
tidak akan terlaksana, bahkan akan terdapat perpecahan karena tiap
aliran atau perguruan pencak silat akan mengklaim dirinya yang terbaik.
Pada awalnya Gapensi ikut menolak karena anggota panitia IPSI dianggap
didominasi oleh anggota perguruan pencak silat Setia Hati. Selain itu,
beberapa perguruan pencak silat di daerah Kauman, yang saat ini dikenal
dengan nama Tapak Suci, ikut menolak karena Mr Wongsonegoro yang
dijadikan Ketua IPSI dikenal sebagai salah seorang tokoh aliran
kebatinan. Salah satu anggota Gapensi, yaitu Sukowinadi, kemudian
mendirikan organisasi yang bernama Perpi (Persatuan Pencak Indonesia)
yang menaungi perguruan pencak silat Benteng Mataram, Mustika, Bayu
Manunggal, Bima Sakti dan Trisno Murti. Organisasi baru ini didukung
oleh Phasadja Mataram dan Tapak Suci.
Persatuan dan kesatuan jajaran pencak silat di Indonesia masih belum
benar-benar terwujud dengan adanya berbagai organisasi pencak silat
tersendiri di luar IPSI seperti Gapensi, Perpi, Putra Betawi, dan
lainnya. Ditambah lagi pada tahun 1950 ketika terjadi pergolakan
pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilakukan
oleh kelompok gerakan separatis DI/TII. Panglima Teritorium III,
Kolonel RA Kosasih, dibantu oleh Kolonel Hidayat dan Kolonel Harun, pada
bulan Agustus 1957 mendirikan PPSI (Persatuan Pencak Silat Indonesia)
di Bandung yang bertujuan menggalang kekuatan jajaran pencak silat untuk
menghadapi DI/TII yang berkembang di wilayah Lampung, Jawa Barat,
Jakarta, Jawa Tengah bagian barat dan DI Yogyakarta. Sesuai dengan
wilayah pembinaannya, yang masuk dalam PPSI adalah perguruan pencak
silat aliran Pasundan.
Akibat dibentuknya PPSI menimbulkan dualisme pembinaan dan
pengendalian pencak silat di Indonesia. Pendekar-pendekar Jawa Barat
merasa bahwa kegiatan yang diprakarsai IPSI didominasi Jawa Tengah dan
Jawa Timur, tidak mencapai Jawa Barat. Menurut pendekar Jawa Barat tetap
diperlukan suatu organisasi khusus untuk mengayomi dan mengembangkan
perguruan-perguruan pencak silat yang beraliran Jawa Barat. Pada tahun
1950-an IPSI dan PPSI bersaing berebut pengaruh di dunia persilatan
dengan saling banyak mendirikan cabang di seluruh provinsi di Indonesia.
PPSI berkembang di daerah Jawa Barat, Lampung dan Jawa Timur bagian
timur.
Pada tanggal 21-23 Desember 1950 di Yogyakarta diadakan Kongres IPSI
II yang memutuskan untuk mengukuhkan organisasi dan menyusun Pengurus
Besar IPSI dimana Mr Wongsonegoro diangkat sebagai Ketua Umum, Sri
Paduka Paku Alam sebagai Wakil Ketua Umum dan Rachmad sebagai Penulis I.
Gapensi dan Perpi ikut bergabung dengan IPSI. Tokoh-tokoh Gapensi dan
Perpi menduduki jabatan penting dalam keorganisasian IPSI. RM
Soebandiman Dirdjoatmodjo kemudian diangkat sebagai Kepala Seksi Pencak
di Inspeksi Pendidikan Jasmani yang berada di bawah Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Jawa Timur.
Pada tahun 1952 dibentuk Lembaga Pencak Silat di bawah Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1953 aktivitas pencak
silat dipindahkan dari Jawatan Pendidikan Masyarakat ke Jawatan
Kebudayaan. Pada tahun tersebut juga diadakan Kongres IPSI III di
Bandung. Demonstrasi pencak silat yang bersifat internasional dalam misi
kebudayaan Indonesia dilakukan pada tahun 1955 di Praha, Leningrad,
Budapest dan Kairo.
Sistem pencak silat nasional yang telah distandarisasi oleh IPSI
ternyata belum dapat memenuhi harapan masyarakat, sehingga peralihan
pencak silat dari sarana beladiri menjadi sejenis senam jasmani memakan
waktu yang cukup lama. Tim ahli teknik IPSI yang terdiri dari
pakar-pakar dari berbagai aliran dan perguruan pencak silat mempelajari
ratusan kaidah dan gerak kemudian mencoba menyatukan mereka tanpa
menghilangkan warna-warni yang khas. Mereka juga harus menyesuaikan
sistem pelajaran tradisional pencak silat yang berpatokan kepada jurus
(seri atau kumpulan gerakan) dengan prinsip olahraga modern.
Pada tahun 1960, PB IPSI membentuk Laboratorium Pencak Silat yang
bertujuan untuk menyusun peraturan pertandingan pencak silat yang baku
dan memenuhi kriteria suatu pertandingan olahraga yang dapat
dipertandingkan di tingkat nasional. Anggota laborat tersebut terdiri
dari Arnowo Adji HKP dari Perisai Diri, Januarno dan Imam Suyitno dari
Setia Hati Terate, Mochamad Hadimulyo dibantu Dr Rachmadi Djoko Suwignjo
dan Dr Mohamad Djoko Waspodo dari Nusantara.
Selain mengalami kesulitan teknis dalam mengembangkan metode dan
sistematika olahraga yang dapat diterima oleh semua pihak, IPSI juga
mendapat resistensi dari kalangan pendekar tradisional yang enggan
menerima pemikiran-pemikiran baru karena tidak menginginkan reduksi
pencak silat hanya kepada satu bentuknya, yaitu olahraga. Mereka
khawatir bahwa aspek integral yang lain, khususnya aspek seni dan aspek
spiritual, akan diabaikan dan tidak dapat dirasakan lagi sebagai
unsur-unsur yang saling terkait dalam satu totalitas sosiokosmik.
Kesulitan juga datang dari luar dunia pencak silat, karena persaingan
yang ketat dari beladiri impor. Antara tahun 1960 - 1966, pada waktu
terjadi kemerosotan ekonomi dan politik negara yang turut berdampak
terhadap IPSI, beladiri karate dari Jepang secara resmi masuk Indonesia
dan dengan tangkasnya memasuki kalangan pelajar dan militer. Pada
awalnya, karate dan judo dipraktekkan sebagai olahraga dan
dipertandingkan di depan umum. Penerimaan yang positif terhadap beladiri
asing, memaksa kalangan pencak silat untuk berpikir dan berbuat lebih
baik dalam usaha mengembangkan pencak silat olahraga. Kehadiran karate
di Indonesia merupakan cambuk yang benar-benar efektif untuk
membangunkan kalangan pencak silat dari tidurnya.
Penggeseran konseptual akhirnya terjadi, meskipun beberapa pendekar
pencak silat keberatan apabila makna pencak silat sebagai unsur
kebudayaan dalam arti luas dipersempit agar aspek olahraga dapat
diutamakan. Pada bulan Januari 1961 IPSI dipindahkan dari Jawatan
Kebudayaan ke Jawatan Pendidikan Jasmani, kemudian pada tanggal 31
Desember 1967 IPSI turut aktif dalam mendirikan KONI. Jawatan Pendidikan
Jasmani menyelenggarakan Seminar Pencak Silat Seluruh Indonesia yang
membahas masalah penyusunan cara pertandingan pencak silat nasional.
Kemudian dilakukan uji coba pertandingan bebas full body contact di Solo
dan Madiun. Pada tahun yang sama berlangsung PON V di Bandung yang juga
mempertandingkan pencak silat.
Pada tahun 1970-an muncul kerangka konseptual dimana induk-induk
olahraga beladiri dianggap sebagai alat pertahanan nasional. Sebagai
akibatnya cabang-cabang ilmu beladiri mulai ditempatkan di bawah
pimpinan tokoh-tokoh militer. Pada Kongres IPSI IV tahun 1973 di
Jakarta, Ketua Umum PB IPSI Mr Wongsonegoro yang saat itu usianya sudah
sangat tua diganti oleh Brigjen TNI Tjokropranolo, Gubernur DKI Jakarta.
Pada tanggal 20-24 Nopember 1973 diadakan Seminar Pencak Silat III di
Bogor, nama Ikatan Pentjak Seloeroeh Indonesia diubah menjadi Ikatan
Pencak Silat Indonesia.
Beliau dengan dibantu oleh beberapa perguruan pencak silat melakukan
pendekatan kepada pimpinan PPSI yang akhirnya dalam keputusan Kongres
IPSI IV ini PPSI bergabung ke dalam IPSI walaupun masih ada beberapa
anggotanya yang tetap bertahan. Kebetulan ketiga pimpinan PPSI satu
corps dengan beliau di Corps Polisi Militer. Perguruan-perguruan
tersebut dianggap telah berhasil mempersatukan kembali seluruh jajaran
pencak silat ke dalam organisasi IPSI.
Pada masa kepemimpinan Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya,
perguruan-perguruan yang ikut aktif dalam memperjuangkan keutuhan IPSI
tersebut diberi istilah Perguruan Historis dan dijadikan Anggota Khusus
IPSI. Mereka dipandang mempengaruhi sejarah dan perkembangan IPSI serta
pencak silat pada umumnya antara tahun 1948 dan 1973 dengan memberikan
kontribusi kepada kesatuan pemikiran dalam pembentukan organisasi
nasional tunggal pencak silat Indonesia yang diberi nama IPSI, kesatuan
tekad untuk mempertahankan IPSI sebagai satu-satunya organisasi nasional
pencak silat di Indonesia, kesatuan dukungan untuk menjadikan IPSI
sebagai anggota KONI dan kesatuan dukungan untuk memasukkan pencak silat
dalam PON sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan. Sepuluh
Perguruan Historis tersebut adalah :
- Persaudaraan Setia Hati
- Persaudaraan Setia Hati Terate
- Kelatnas Indonesia Perisai Diri
- PSN Perisai Putih
- Tapak Suci Putera Muhammadiyah
- Phasadja Mataram
- Perpi Harimurti
- Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI)
- PPS Putra Betawi
- KPS Nusantara
Keputusan Kongres IPSI IV ini juga mengesahkan peraturan pertandingan
pencak silat untuk dipergunakan dalam PON VIII tahun 1973 di Jakarta.
Pada PON itu cabang pencak silat diikuti oleh 15 daerah dengan 106 atlet
putra dan 22 atlet putri. Pada tanggal 27 April sampai 1 Mei 1975
dilangsungkan Kejuaraan Nasional Pencak Silat I di Semarang yang diikuti
oleh 18 provinsi. Pada Munas IPSI tahun 2003, Ketua Umum PB IPSI yang
dijabat oleh Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya digantikan oleh Letjen
TNI Prabowo Subianto.
Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa)
Dengan kerja keras PB IPSI di bawah kepemimpinan Mayjen TNI Eddie
Marzuki Nalapraya serta dukungan pemerintah dan Presiden Soeharto
sebagai Pembina Utama saat itu, IPSI dengan cepat menyebar luas ke dalam
maupun ke luar negeri. Kehadiran IPSI sudah menjadi bagian dari
Pemerintah Daerah.
Pada tanggal 7-11 Maret 1980 di Jakarta telah berlangsung pertemuan
antar negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura serta peninjau
dari Brunei Darussalam untuk pembentukan federasi internasional pencak
silat. Musyawarah dilakukan di Anjungan Jawa Barat, Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta. Hasil musyawarah ini adalah peresmian berdirinya
Persilat (Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa). Sebagai Ketua
Presidium Persilat ditunjuk Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya yang saat
itu juga menjabat sebagai Ketua Umum PB IPSI. Dan untuk membantu
beliau, sebagai Sekretaris Jenderal ditunjuk Oyong Karmayuda, SH.
Disepakati pula untuk menetapkan keempat negara pendiri sebagai sumber pencak silat, yaitu :
- Indonesia : IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)
- Singapura : Persisi (Persekutuan Silat Singapura)
- Malaysia : Pesaka (Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia)
- Brunei Darussalam : Persib (Persekutuan Silat Kebangsaan Brunei Darussalam)
Selain Anggota Pendiri, Persilat memiliki Anggota Berserikat
(organisasinya telah diakui oleh instansi pemerintah negara yang
bersangkutan) dan Anggota Gabungan (bertaraf perguruan dan belum diakui
oleh instansi pemerintah negara yang bersangkutan).
Sampai pertengahan tahun 2006, pencak silat telah menyebar di 28
negara dan telah diwadahi dalam organisasi-organisasi pencak silat
sebagai berikut :
- Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
- Persekutuan Silat Singapura (Persisi)
- Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (Pesaka)
- Persekutuan Silat Kebangsaan Brunei Darussalan (Persib)
- Pencak Silat Association of Thailand (PSAT)
- Ikatan Pencak Silat Vietnam (Isavie)
- Philippines Pencak Silat Association (Philsilat)
- Myanmar Pencak Silat Association (MPSA)
- Pencak Silat of Laos (PSL)
- Western Australia Pencak Silat Association (WAPSA)
- Nederlandse Pencak Silat Bond (NPSB)
- Japan Pencak Silat Association (Japsa)
- Federation Espanola Pencak Silat (FEPS)
- Pencak Silat Verband Oesterreichs (PSVO)
- Suriname Pencak Silat Association (SPSA)
- Pencak Silat Federation of The United Kingdom (PSFUK)
- Pencak Silat Union of Belgium (PSUB)
- Pencak Silat Union Deutschland (PSUD)
- Association France Pencak Silat (AFPS)
- Pencak Silat Switzerland (PSS)
- Turkish National Pencak Silat Association (TNPSA)
- Persekutuan Kanada Silat (Perkasa)
- Palestine Association of Seni Silat (PASS)
- Yemen Pencak Silat Federation (YPSF)
- Nepal Silat Association (NSA)
- Russian Pencak Silat Federation (RPSF)
- Indian Pencak Silat Association (IPSA)
- Federazione Italiana Pencak Silat (FIPS)
Tahun 1982 pencak silat mulai dipertandingkan pada tingkat
internasional dengan Invitasi Pencak Silat Internasional ke-I di Stadion
Senayan, Jakarta. Yang ke-II diadakan tahun 1984 di Jakarta dan yang
ke-III tahun 1986 di Wina, Austria. Nama ini kemudian diganti menjadi
Kejuaraan Dunia dan diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun
1987. Berikutnya diadakan tahun 1989 di Den Haag, Belanda. Pada tahun
1992 kembali diadakan di Jakarta dan tahun 1995 diadakan di Thailand.
Selain Kejuaraan Dunia, pencak silat juga dipertandingkan pada SEA
Games.
Sebagai usaha memasukkan pencak silat ke Asian Games, IPSI dan
anggota Persilat lainnya telah membentuk organisasi pencak silat Asia
Pasific pada bulan Oktober 1999. Pada Asian Games 2002 di Korea Selatan,
pencak silat masuk dalam agenda Sport Cultural Event. Sasaran
selanjutnya adalah upaya memasukkan pencak silat resmi menjadi cabang
olahraga yang dipertandingkan di Asian Games mendatang. Dikutip Dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Pencak_Silat_Indonesia